
Mengenang Pertempuran Garuda Bandung, 20-22 Maret 1946
Pertempuran konvoi di Fokkerweg (kini Jalan Garuda, Kota Bandung) pada 20–22 Maret 1946 tercatat berlangsung selama tiga hari tiga malam. Saking banyaknya korban, kontak senjata tersebut seperti mandi darah.
Kontak senjata atau pertempuran konvoi seperti di Bojongkokosan, Sukabumi, kembali terjadi di Bandung, tepatnya di Fokkerweg. Saat itu, jalan ini tercatat sebagai jalur logistik dan pasukan Sekutu dari Jakarta menuju Bandung.
“Konvoi tentara Sekutu tersebut salah satu tujuannya untuk mengirim logistik dan membebaskan interniran Belanda yang ditahan Jepang di Bandung,” tutur Wakil Ketua I DPD LVRI Provinsi Jawa Barat Kolonel (Purn) HRR. Wikusumah, dikutip dari Majalah My Pride Edisi 4 Tahun 2016.
Akan tetapi, kata dia, konvoi pengiriman itu tak berjalan mulus. Iring-iringan truk Sekutu mendapat pengadangan dari pejuang republik. Tujuan utamanya adalah supaya pasokan dan bala bantuan tidak masuk wilayah Kota Bandung. Oleh karena itu, segala upaya dilakukan para pejuang di sejumlah jalur yang diperkirakan akan dilalui konvoi, salah satunya bilangan Situ Aksan. Bom-bom batok pun disiapkan.
Ternyata, konvoi mengambil jalur Fokkerweg. Meski begitu, konvoi tak luput dari para pejuang yang sudah bersiaga di sana. Alhasil, kontak senjata tak bisa dihindari dan korban jiwa pun tak dapat dielakkan lagi.
Pada 20 Maret itu konvoi diadang anggota Batalion II Resimen Kota Bandung atau Batalion Sumarsono beserta pemuda-pemuda lainnya. Tercatat, pengadangan ini sebagai pertempuran hebat yang berlangsung 12 jam dari pukul 6.00 sampai 18.00.
Saya pilih mengungsi
“Pertempuran di Fokkerweg adalah pertempuran besar, 3 hari dan 3 malam terjadi pertumpahan darah. Tempur, berhenti, terus tempur lagi. Saking banyaknya korban, seperti orang mandi darah,” kata Wikusumah yang juga turut mempertahankan kemerdekaan RI dalam operasi trikora dan dwikora di Irian Barat tahun 1960-an dan Kalimantan.
“Nah, di situ Fokker (weg), betul-betul pertempuran yang boleh dikatakan menentukan. Juga batalion kami yang ada di situ. Pertempuran itu berlangsung sejak pagi. Boleh dikatakan kita yang menang. Mereka itu baru datang dari Jakarta, mau ke Lapangan Andir, sekarang Husen Sastranegara. …,” tulis Memed Erawan dalam Saya Pilih Mengungsi.
Kekacauan yang terjadi oleh gangguan itu membuat Sekutu berang. Terlebih, pihaknya menelan banyak korban. Kini, di pertigaan bagian selatan ujung Jalan Garuda—tepatnya di sudut yang tersembunyi—terdapat semacam monumen untuk memperingati peristiwa pertempuran tersebut.
Bidik juga: