
Lotek, Berserat Tinggi Tapi “Low Technology”
Lotek dikenal sebagai sajian tradisional khas Jawa Barat yang sudah sangat merakyat sedari dulu. Namanya terus melambung dan semakin banyak digemari masyarakat dari berbagai kalangan dan generasi.
Hidangan kaya sayur-sayuran berserat tinggi dan protein ini juga semakin mudah didapat dan siap santap. Seiring perkembangan zaman, lotek pun menjadi menu andalan di berbagai platform aplikasi online terutama di waktu makan siang.
Biasanya sayur-mayur dalam satu porsi lotek berisi kol, kangkung, taoge, kacang panjang hingga labu siam. Sebelum disajikan, sayuran tersebut dicuci terlebih dahulu lalu dikukus atau direbus sebelum diberi bumbu.
Nah, bahan utama bumbunya adalah kacang atau suuk goreng. Namun, ia tak sendiri karena bumbu terdiri dari campuran berbagai macam bahan lainnya, seperti gula merah, garam, jeruk sambal, dan cabai rawit bagi pecinta pedas. Tekstur kental bumbu berasal dari kentang rebus yang dihancurkan dan beberapa penjual ada yang menggantinya dengan ubi rebus.
Di Kota Bandung, penjual lotek memang tak sulit ditemukan karena sudah menjadi salah satu makanan yang khas. Mereka membuka usahanya mulai dari rumah, tepi jalan dengan gerobak dorongnya, kantin hingga kedai. Selain offline, mereka umumnya sudah bisa dipesan secara online. Sering kali kita menemukannya juga pada menu restoran berkelas.
Satu hal yang unik dan menarik, dulu, penjual lotek biasanya bertanya kepada pembeli sebelum membuat bumbunya. Pedas atau tidak pedas? Misalnya, pesanannya satu porsi pedas dan satu porsi tak pedas. Biasanya penjual akan memberi suatu tanda pada bungkus lotek yang pedas. Tanda yang paling umum adalah diikat dua karet gelang.
Banyak orang bilang, dulu lotek terkenal sebagai makanan kampung. Akan tetapi, kini makanan ini diminati sebagai makanan sehat dan bergizi. Sayur-mayur dalam hidangannya cocok untuk melancarkan sistem pencernaan karena mengandung serat cukup tinggi.
Low technology
Meski naik kelas, membuat lotek sebetulnya masih menggunakan cara lama alias low technology. Dengan kata lain, mengolah makanan ini tidak memanfaatkan teknologi mutakhir. Dari generasi ke generasi, untuk menyajikannya hanya membutuhkan coét dan mutu (cobek dan ulek) yang dari dulu bentuk dan fungsinya begitu-begitu saja, bisa terbuat dari batu atau kayu.
Walau menggunakan perabot sesederhana itu, lotek mampu menempatkan diri sebagai makanan tradisional yang mengglobal. Di Kota Bandung, harga seporsinya bermacam-macam, mulai dari kisaran Rp15.000. Ada menu lotek saja, plus nasi, dan plus lontong.*
Bidik juga: