
Jejak Mula Bandung di Tugu Nol Kilometer
Tugu Nol Kilometer Bandung di Jalan Asia Afrika adalah tugu memorial jejak mula Bandung menjadi kota pada 25 September 1810. Tugu ini dibuat lalu diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan, 18 Mei 2004.
Rupanya, banyak cerita di balik tugu ini, termasuk kisah sedih masyarakat Bandung saat pembangunan Jalan Raya Pos yang membentang di depan tugu tersebut. Di sela masa itu, ada peristiwa penting bagi Bandung sekaligus menjadi tonggak sejarah berdirinya kota ini.
“Zorg, dat als ik terug kom hier een stad is gebouwd!” (Coba usahakan, bila aku datang kembali, di tempat ini telah dibangun sebuah kota!).
Begitulah kira-kira ucap Gubernur Jenderal Mr. Herman Willem Daendels seraya menancapkan tongkatnya di sekitar tempat yang kelak disebut nol kilometer Kota Bandung. Waktu itu, Bupati Bandung RA. Wiranatakusumah II mendampinginya berjalan kaki mendatangi dusun yang tadinya sepi. Dusun ini lalu berkembang menjadi kota yang ramai. Inilah Kota Bandung.
Peristiwa tersebut terjadi pada 1810, saat Daendels menjadi “penguasa” di Nusantara. Akan tetapi, Bupati RA. Wiranatakusumah II (1794 – 1829) yang dikenal sebagai Dalem Bandung adalah pendiri Kota Bandung.
Nama Bandung dipetakan pertama kali pada 1825 dalam Rencana Tata Kota yang disebut Plan der Nagorij Bandong. Geliat Bandung sebagai kota dimulai pada awal abad ke-19. Salah satu pembangunan yang paling populer adalah hadirnya Jalan Raya Pos (Grote Postweg) yang melintasi kota mungil ini. Jalan Raya Pos membentang dari Pulau Jawa bagian barat hingga bagian timur sejauh kurang lebih 1.000 kilometer, dari Anyer sampai Panarukan.
Alhasil, hadirnya proyek ini membuat jalan di Kota Bandung dari awalnya kecil menjadi lebih lebar. Dari suasana yang sepi perlahan banyak dikunjungi pendatang. Dari sebuah desa kecil menjadi kota besar.
Maju pesat
Pembangunan jalur kereta api di Bandung pada 1884 membuat kota ini semakin ramai. Jalur kereta api tersebut dibangun oleh perusahaan Hindia Belanda—Staats Spoorwegen (SS), menghubungkan rel kereta api dari Batavia, Bandung hingga Cilacap. Dengan aktifnya jalur ini, pemerintah Hindia Belanda secara berangsur mulai memindahkan sejumlah instalasi militernya yang tersebar di Pulau Jawa ke Bandung.
Perubahan besar wajah Bandung terjadi pada masa Bupati RAA. Martanegara (1893-1918). Pada masa pemerintahannya, rumah-rumah di kota ini yang semula beratap ilalang mulai berganti menjadi atap genting. Selain itu, bangunan-bangunan permanen banyak dibangun, mulai dari perkantoran, sekolah, hotel hingga pertokoan di kawasan Braga dan Jalan Raya Pos. Siapa sangka, kota pun berkembang pesat.
Seiring perjalanannya sebagai kota, Bandung akhirnya memperoleh status Gemeente (Kotapraja) pada 1 April 1906. Keinginan dan cita-cita Daendels 213 tahun silam di “titik nol” kilometer Bandung itu benar-benar terwujud. Akan tetapi, ia tak pernah melihat Bandung maju sebagai kota. Pada 1811, Daendels dipanggil Kaisar Napoleon Bonaparte kembali ke negerinya dan tak pernah datang kembali ke Parijs van Java.
Selain Parijs van Java, Bandung memperoleh banyak julukan seperti Staatskundig Centrum van Indie (1923), Europe in The Troppen (1930), Kota Pensiunan (1936), Kota Permai (1950) hingga Kota Konferensi Asia Afrika (1955). Bandung Lautan Api 1946 dan Konferensi Asia Afrika 1955 adalah dua peristiwa penting yang terjadi di Kota Bandung tempo dulu.*