Skip links
Gedung Merdeka.

Gedung Merdeka, Bukan Hanya Saksi Bisu KAA

Gedung Merdeka tercatat sebagai gedung bersejarah di Kota Bandung sekaligus menjadi saksi bisu suksesnya penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955. Namun, bukan hanya KAA, ada kisah menarik lainnya di balik megahnya gedung paling populer di Jalan Asia Afrika.

Mulanya, gedung sederhana dibangun pada 1895 di lokasi tersebut. Walaupun terlihat sederhana, tetapi tak membuat segan kalangan elite Eropa yang terhimpun dalam komunitas elite dan eksklusif bernama Societeit Concordia. Para sosialita menjadikan bangunan di seputar Sungai Cikapundung sebagai tempat berkumpul, hiburan, rekreasi, dan sosialisasi secara eksklusif.

Seiring waktu, bangunan yang berdiri di atas lahan 7.500 meter persegi tersebut direnovasi pada 1921. Salah satu tujuannya kelak difungsikan sebagai gedung pertemuan superkelas komunitas sosial kelas atas.

Charles Prosper Wolff Schoemaker—arsitek Hindia Belanda sekaligus guru besar Technische Hoogeschool te Bandung (Institut Teknologi Bandung)—merancang gedung ini. Arsitek kelahiran Jawa 1882 mendesain gedung dengan gaya Art Deco yang kelak diberi nama Concordia, seperti nama perkumpulan sosialita itu.

Gedung Concordia bisa dikatakan sebagai gedung pertemuan paling luas, eksklusif, dan modern di Nusantara pada masanya. Ruangan bagian barat gedung ini, bahkan dapat menampung ribuan orang dalam satu waktu.

Pada 1940, ruangan bagian timur gedung yang menghadap sudut Jalan Braga direnovasi. Namun, bukan oleh Schoemaker, tetapi arsitek Albert Frederiks Aalbers yang merancangnya dengan gaya arsitektur International Style.

Oleh karena didesain ulang, maka fisik bangunannya tentu berubah. Salah satu perbedaannya adalah dinding luar bangunan menjadi bersudut melengkung mengikuti belokan jalan. Ini adalah ciri khas arsitektur karya Aalbers.

Gedung Concordia kembali dipugar di awal 1955. Tujuan utama pemugaran ini adalah gedung dipersiapkan sebagai tempat penyelenggaraan konferensi taraf internasional, yaitu Konferensi Asia Afrika. Setelah pemugaran selesai, menjelang KAA tepatnya 7 April 1955, Presiden Soekarno mengubah nama gedung menjadi Gedung Merdeka.

Gedung Konstituante & MPRS

Setelah Pemerintah Republik Indonesia sukses menyelenggarakan KAA, Gedung Merdeka difungsikan sebagai Gedung Konstituante hasil Pemilihan Umum 1955. Namun, penggunaannya kurang lebih empat tahun karena Presiden Soekarno membubarkan konstituante melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sejak itu, gedung megah difungsikan sebagai tempat aktivitas Badan Perencanaan Nasional.

Gedung Merdeka berubah fungsi lagi menjadi Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) tahun 1960-1971. Namun, sejak 1980, pemerintah menetapkannya sebagai Museum Konperensi Asia Afrika dan tidak berubah fungsi lagi, bahkan hingga saat ini.*

Leave a comment