
Pertigaan Braga–Asia Afrika, Serasa di Eropa
Pertigaan Jl. Braga–Jl. Asia Afrika di Kota Bandung sangat akrab di telinga masyarakat Parijs van Java dan wisatawan. Tak syak lagi, kawasan persimpangan legendaris serasa di Eropa ini adalah salah satu sudut menarik Kota Bandung, bahkan sedari dulu.
Keberadaan Jl. Asia Afrika—dulu Grote Postweg—dan Jl. Braga memang telah melambungkan kawasan kota lama dan nama Bandung secara keseluruhan. Betapa kawasan ini demikian sibuk melayani wisatawan dan menjadi jalur penghubung penting menuju barat dan selatan Bandung.
Oleh karena itu, lalu-lintas di pertigaan ini kerap dilanda kemacetan. Bukan hanya karena ramainya dan padatnya kendaraan bermotor, tetapi juga banyaknya wisatawan yang berjalan kaki atau sekadar hangout. Ya, berjalan kaki dan duduk-duduk di trotoar yang cukup lebar ditemani pot-pot bunga penuh warna.
Pertigaan Jl. Braga–Jl. Asia Afrika boleh dibilang titik sentral menuju kawasan golden age Bandung di jantung kota. Dari titik ini ke barat akan menuju pendopo, alun-alun dan masjid agung dengan melewati beberapa gedung bersejarah, salah satunya Gedung Merdeka. Jika ke timur mengarah ke Simpang Lima yang legendaris, juga melewati beberapa gedung heritage, seperti Hotel Homann dan Hotel Preanger.
Seandainya mata memandang dari titik pertigaan ini ke utara, maka sampai sejauh 600 meter kita akan menjumpai banyak bangunan tua. Bangunan-bangunan di Jl. Braga kebanyakan bergaya Art Deco dan didominasi pertokoan. Memang, dulu Braga dikenal sebagai De Meest Europesche Winkelstraat van Indie (kawasan pertokoan Eropa paling terkemuka di Hindia Belanda).
Tepat di tepi pertigaan Jl. Braga–Jl. Asia Afrika, berhadapan tiga bangunan klasik yang indah dan eye catching. Di tepi barat Jl. Braga berdiri Gedung Merdeka sayap timur (Museum KAA) dengan dinding melengkungnya yang Aalbers Look.
Di tepi timur, sejak 1902 berdiri Gedung Rathkamp dengan nuansa khas Art Deco-nya yang tak berubah. Sementara itu, di tepi Jl. Asia Afrika adalah Warenhuis de Vries—toserba pertama di Bandung—berdiri anggun memanjakan mata.*