
Warenhuis de Vries, Penanda Unik di Simpang Braga-Asia Afrika
Bicara toko serbaada (toserba) di Kota Bandung, maka tak akan lepas dari Warenhuis de Vries. Menurut catatan, toko ini sudah ada sejak akhir abad ke-19. Sang pemilik, Klass de Vries asal Belanda, tercatat sebagai orang Eropa ke-1.500 yang datang ke Bandung pada 1899.
Sebermula, tempat usaha ini menempati sepetak bangunan berupa warung kecil di sebelah utara Alun-alun yang kini berdiri BRI Tower. Dalam perkembangannya, Klass memiliki banyak pelanggan, termasuk para tuan perkebunan alias preanger planters.
Pesatnya toko ini membuat Klass memindahkan tempat usahanya dan menempati bangunan klasik di Grote Postweg (Asia Afrika No. 81). Bangunan ini dirancang oleh Edward Cuypers pada 1909 seiring dengan perkembangan Kota Bandung dan seni arsitektur saat itu.
Ciri khas bangunan bergaya Klasik Eropa ini memiliki menara di sudut utara bagian timur bangunan, persis di mulut Jalan Homan. Oleh karena lokasinya strategis dan arsitektur bangunannya yang unik, Warenhuis de Vries menjadi salah satu ciri atau penanda (marker) di kawasan sekitarnya.
Mari perhatikan keunikan lain bangunan ini. Di bagian muka bangunan tertulis dengan huruf kapital: ”Landbouw Benooodigdheben Import Commissionairs Venduhouders Warenhuis de Vries Export Kunst Boek – Paper Handel”. Tulisan itu kira-kira bermakna, Warenhuis de Vries adalah tempat yang dibangun pemiliknya untuk berniaga atau berjualan.
Toko serbaada
Sebagai toserba, Klass menyediakan berbagai macam keperluan sehari-hari mulai dari peralatan dapur, makanan dan minuman, sepatu, parfum hingga obat-obatan. Saat itu, boleh dibilang toko yang paling lengkap dan paling populer di Kota Bandung.
Di era kolonial Pemerintah Hindia Belanda, toko ini juga menjadi tempat bersantai para sosialita dan elite Belanda sebelum akhirnya pindah ke gedung Societeit Concordia (kini Gedung Merdeka). Konon pula, kepindahan mereka semata-mata karena Warenhuis de Vries dianggap terlalu kecil di tengah berkembangnya anggota komunitas sosialita dan elite tersebut.
Pada masa kejayaannya, Warenhuis de Vries pernah menjadi toko serbaada yang ramai dan pernah pula berubah fungsi menjadi pertokoan modern. Kala itu, hanya pedagang besar yang boleh berjualan di tempat ini.
Setelah kejayaan Klass de Vries meredup, bangunan toko tersebut sempat beberapa kali berganti fungsi lagi, mulai dari toko mebel hingga diskotek. Agak tragis memang, bangunan itu sempat tak terawat dalam waktu yang cukup lama sampai akhirnya bank swasta mengambil alih pengelolaannya.
Warenhuis de Vries adalah bangunan tua yang punya daya tarik tersendiri sekaligus menjadi saksi bisu gelegar pembangunan yang marak di kawasan Jalan Asia Afrika. Kini, banyak warga kota ataupun pelancong yang datang untuk sekadar menikmati keanggunan arsitektur klasiknya meski hanya dari luar. Tepatnya, di seputar Simpang Braga-Asia Afrika.*