Skip links
hotel legendaris bandung

4 Hotel Legendaris di Pusat Kota Bandung

Nama dan rupa memang ada yang berubah, tetapi di balik bangunan hotel legendaris di Kota Bandung ini banyak kisah dan sejarah.

Sebagai kota yang didesain dan dibangun saat masa Hindia – Belanda, Bandung menyimpan banyak bangunan bersejarah. Dari sekian banyak bangunan zaman baheula, beberapa di antaranya merupakan hotel. Fisik bangunannya ada yang bertahan lebih dari 100 tahun, ada juga yang sudah mengalami renovasi.

Hotel Savoy Homann

Siapa yang tak tahu hotel legendaris Bandung yang satu ini. Awalnya bernama Hotel Post Road, didirikan seorang pria berkewarganegaraan Jerman bernama Adolf Homann pada 1871. Nama Homann mulai melekat pada nama hotel sejak tahun 1880 seiring dengan renovasi bangunan menjadi bergaya arsitektur romantik dan barok.

Dalam perjalanannya, hotel di Jalan Grote Postweg (sekarang Jalan Asia Afrika) beberapa kali mengalami perubahan arsitektur bangunan dan berganti kepemilikan. Bangunan hotel pernah juga bergaya arsitektur Gothic Revival (1884), Art Deco (1920), dan Art Modern Style (1937) rancangan arsitek AF. Aalbers dengan juru gambar RA. de Waal yang bertahan hingga sekarang.

Keberadaan Hotel Savoy Homann menjadi sangat penting bagi perjalanan sejarah Kota Bandung. Hotel ini menjadi tempat menginap para pejabat negara dan delegasi internasional saat penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika tahun 1955.

Grand Hotel Preanger

Jika ada yang bertanya, tempat peristirahatan (herberg) tertua di Kota Bandung, maka lokasinya di lahan yang kelak menjadi Hotel Preanger. Herberg dibangun pada 1825 dan berubah menjadi bangunan permanen pada 1897 dengan gaya arsitektur Indische Empire Stijl.

Bangunan hotel di Grote Postweg (Jalan Asia Afrika) ini didesain dan dibangun ulang pada kurun 1919-1929. Gaya arsitekturnya menjadi Art Deco hasil rancangan Charles Prosper Wolff Schoemaker dibantu mantan muridnya, yakni Ir. Soekarno yang kelak menjadi presiden pertama Republik Indonesia. Wajah bangunannya masih bertahan hingga sekarang.

Sebagai hotel yang melegenda, Hotel Preanger turut menjadi saksi perjalanan sejarah dan pembangunan di Kota Bandung. Pada 1955, hotel ini juga dipercaya sebagai salah satu tempat menginap tamu-tamu penting dan sejumlah kepala negara saat perhelatan Konferensi Asia Afrika.

Hotel Gino Feruci

Bangunan tua yang kini disatukan dengan Hotel Carrcadin lalu Gino Feruci ini menyimpan banyak sejarah. Terletak di Jalan Kebon Jati, semula bangunan tersebut bernama Landhuis atau kompleks tempat tinggal orang Cina yang didirikan pada 1884. Pendirinya seorang Tionghoa asal Surabaya bernama Tan Tjin Gie.

Pembangunan hotel dilakukan bertahap pada 1886 dan terlihat jelas arsitektur unik yang memperlihatkan perpaduan gaya Belanda klasik dan gaya Tionghoa. Pembangunan gedung sekaligus menyambut aktifnya jalur kereta api Batavia – Bandung saat itu. Pada penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika 1955, hotel ini menjadi tempat bermukim sementara para seniman dan penyanyi yang hendak tampil di sela konferensi.

Penginapan atau hotel di kawasan Pecinan ini terbilang tua di Kota Bandung. Hotel tersebut sempat beberapa kali berganti nama. Awalnya bernama Hotel Toeng Hoa (1914), Hotel Sangkuriang (1950), Hotel Surabaya (1960).

Hotel El Royale Bandung

Bangunan awalnya memang sudah tak tampak. Hotel El Royale eks Hotel Grand Royal Panghegar di Jalan Merdeka ini dulu merupakan empat bungalo sederhana bergaya Art Deco yang dibangun pada 1922. Pemiliknya Anna Marie Meister dari distrik Italia di Swiss. Bangunan 40 kamar terpisah tersebut diberi nama Pension van Hengel.

Nama besar Panghegar tak bisa dilepaskan dari seorang pribumi bernama HEK. Ruhiyat. Ia adalah pegawai di tempat tersebut. Dengan modal nekat, Ruhiyat membelinya dengan cara dicicil selama delapan tahun dan baru lunas pada 1968.

Yang menarik adalah pergantian nama Pension van Hengel menjadi Panghegar. Hegar dalam bahasa Sunda berarti terang, bersih, dan sejuk. Pada 1962, pemerintah melarang penggunaan nama asing. Rupanya Ruhiyat teringat penyebutan nama van Hengel oleh orang Jepang dengan sebutan “pan-hegaro” lantaran kesulitan mengucapkan “V” dan “L”.*

Bidik juga:

4 Dapur Legendaris Zaman Belanda di Kota Bandung

Leave a comment