Skip links
Monumen Penanda Kawasan Bandung.

Monumen Penanda Kawasan Cagar Budaya Bandung

Monumen penanda kawasan cagar budaya di Kota Bandung telah menjadi ikon kota yang bakal mengantarkan angan ke zaman Hindia Belanda. Penanda tersebut tersebar di beberapa lokasi berupa tugu dan gapura memasuki kawasan kota lama.

Pendek kata, penanda wilayah itu menjadi titik awal menuju penataan delineasi kawasan cagar budaya di Parijs van Java. Gapura penanda kawasan antara lain dibangun di Jalan Ir. H. Djuanda (Dago) dan Jalan R.E. Martadinata dekat perempatan Jalan Ahmad Yani.

Adapun tugu klasik dengan ornamen empat “Patung Maung” salah satunya dapat ditemukan di pertigaan Jalan Astana Anyar–Jalan Otista. Patung tersebut sebagai salah satu ikon semangat “Maung Bandung” seperti yang terpasang pada tiang lampu penerang jalan yang tersebar di Kota Bandung.

Keberadaan gapura dan tugu ini diharapkan memberi dampak yang positif terutama dalam ranah penataan kota. Seturut literatur sejarah, Kota Bandung adalah kota yang didesain pada masa Pemerintah Hindia Belanda. Tak mengherankan, banyak peninggalan bangunan lama yang tersebar di beberapa kawasan kota ini.

Dengan adanya monumen penanda kawasan itu, masyarakat yang melintasinya akan “diajak” menikmati atmosfer deretan bangunan tua warisan situs cagar budaya.

Tak dimungkiri, sejumlah bangunan heritage di Kota Bandung telah banyak yang dipugar. Bangunan bersejarah yang masih ada tentu saja mesti dirawat dan dilestarikan. Delineasi kawasan membatasi perombakan bangunan yang telah masuk kategori cagar budaya.

Pelestarian bangunan-bangunan di kawasan khusus ini sekaligus untuk mengatur jenis pembangunan berdasarkan kaidah yang ditentukan dalam panduan pengelolaan kawasan cagar budaya.

Penanda batas kota

Salah seorang pramuwisata Bandung, Sahid Surapradja mengatakan, penanda batas Kota Bandung tempo dulu yang masih utuh berada di salah satu sudut bangunan di Simpang Lima. Sementara itu, di sebelah barat pernah ada penanda di kawasan Andir yang tempo hari hancur tertimpa pesawat udara yang jatuh. Bentuknya tidak seperti gapura, tetapi menyerupai kubah masjid.

Menurut Sahid, nama jalan sebagai batas Kota Bandung tempo dulu adalah Jalan Kaca-kaca Wetan. Bandung sebagai kota dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang cukup pesat. Batas yang digambarkan tadi merupakan cikal bakal Kota Bandung yang sezaman dengan Adipati Wiranatakusumah II. Pada awal abad ke-20, Kota Bandung memang semakin meluas terutama ke arah timur Grote Postweg untuk warga pribumi dan ke arah utara untuk orang-orang Belanda.*

Bidik juga:

Parapatan atau Simpang Lima, Dulu Memang Cuma Empat

Leave a comment